makalah pendahuluan ushul fiqh

JURUSAN DAKWAH DAN KOMUNIKASI
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
SURAKARTA
2009
Bab I
Pendahuluan
A. Definisi
Ilmu fiqih menurut istilah syara’ adalah: pengetahuan tentang pengetahuan hukum-hukum syara’ yang praktis, yang diambil dari dalil-dalilnya secara terinci.
Berdasarkan penelitian yang diperoleh dikalangan ulama’, bahwa dalil-dalil yang dijadikan dasar hokum syar’iyyah mengenai perbuatan manusia kembali kepada empat sumber, yaitu: Al-Qur’an, As-Sunah, ijma’, dan Qiyas.
Oleh sebab inilah, maka para ulama’ telah membahas terhadap masing-masing dari dalil ini dan terhadap argument yang dianggap sebagai hujjah terhadap manusia dan sumber syari’at yang harus diikuti segala ketetapannya, terhadap syarat-syarat beristidlal (menggunakan dalil), macam-macamnya yang bersifat umum.
Jadi definisi ushul fiqih menurut istilah syara’ adalah: pengetahuan tentang berbagai kaidah dan bahasan yang menjadi sarana untuk mengambil hukum-hukum ayara’ mengenai perbuatan manusia dari dalil-dalilnya yang terinci.
B. Objek
Objek pembahasan dalam ilmu fiqih adalah: perbuatan yang ditinjau dari segi hokum syara’ yang tetap baginya. Seorang faqih membahas tentang jual beli, sewa menyewa, pengadilan, perwakilan, salat, puasa, haji, pembunuhan, tuduhan terhadap zina, pencurian, ikarar dan wakaf supaya ia mengerti tentang hukum syara’ dalam segala perbuatan ini.
Adapun objek pembahasan ilmu ushul fiqih adalah: dalil syar’I yang bersifat umum ditinjau dari segi ketetapan-ketetapan hukum yang bersifat umum pula.
Untuk menjelaskan terhadap hal ini akan di contohkan sebagai berikut:
Al-Qur’an adalah: dalil syar’I yang pertama bagi setiap hukum. Nash-nashnya yang ditasyri’iyah tidaklah dating dalam satu bentuk saja, akan tetapi diantaranya ada yang datang dalam bentu amar (perintah)ada pula yang dalam bentuk nahi (larangan) dan ada pula yang dalam bentuk umum atau mutlak. Bentuk perintah, larangan, bentuk umum dan bentuk mutlak merupakan beberapa macam yang bersifat mum dari aneka macam dalil syar’I yang umum pula yaitu: Al-Qur’an.
Kemudian apabila melalui pembahasan itu, sampai kepada kesimpulan bahwa bentuk perintah menunjukkan pengertian pewajiban, sighat larangan menunjukkan pengertian pengharaman, sighat umum menunjukan pengertian tercakupnya semua satuan-satuanpada dalil umum sacara pasti dan bentuk mutlak menunjukan terhadap tetapnya hukum secara mutlak. Maka ada beberapa kaidah sebagaim berikut:
Preintah adalah untuk kewajiban.
Larangan adalah untuk pengharaman.
Sesuatu yang umum mencakup seluruh satuan-satuannya secara pasti.
Sesuatu yang mutlak menunjukan terhadap satuan secara merata tanpa batas.
Kaidah-kaidah umum tersebut maupun lainnya yang telah dicapai oleh ahli ilmu shul fiqih melalui pembahasannya sampai dengan penetapannya itu diambil oleh ahli fiqih sebagai kaidah yang diterimanya dan ia diterapkan terhadap bagian-bagian dalil umum, supaya ia dapat sampai kepada hukum syara’ yang berkenaan dengan perbuatan manusia secara rinci. Jadi fiqih menerapkan kaidah: “perintah menunjukkan pengertian pemwajiban” terhadap firman Allah SWT.

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu”
Ini menunjukan bahwa penghuni akad adalah wajib hukumnya.
Fiqih menetapkan kaidah bahwa “larangan menunjukkan pengharaman”
Artinya: “hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olokkan kaum yang lain” (al-hujrat)
Kemudian fiqih memutuskan bahwa mengolok-olokkan suatu kaum terhadap kaum lainnya adalh haram hukumnya.
C. Tujuan Ilmu Fiqih Dan Ushul Fiqih
tujuan dari ilmu fiqih adalah menerapkan hukum-hukum syri’at terhadap perbuatan dan ucapan manusia. Jadi ilmu fiqih itu adalah tempat kembalinya seorang mufti dalam fatwanya dan tempat kembalinya seorang mukallaf untuk dapat mengetahui hukum syara’ yang berkenaan dengan ucapan dan perbuatan yang muncul dari dirinya.
Adapun tujuan dari ilmu ushul fiqih adalah menerapkan kaidah-kaidah dan teori-teorinya terhadap dalil-dalil yang rinci untuk menghasilkan hukum syara’ yang ditunjuki dalil itu. Jadi berdasarkan kaidahnya dan bahasan-bahasannya maka nash-nash syara’ dapat difahami dan menjadi dolalahnya dapat diketahui dan apa yang telah di istindatkan oleh para imam mujtahid dapat dipahami secara sempurna. Disamping dapat pula diadakan perbandingan antara madhab mereka yang berlainan mengurai hukum suatu kasus, karena sesungguhnya memahami hokum apa adanya dan memperbandingkan antara dua hokum yang berbeda tidak akan terjadi kecuali dengan melihat dalil hukumnya dan cara pengambilan hukum dalilnya itu, dan hal ini tidak akan dapat dilakukan kecuali dengan mengetahui ilmu ushul fiqih. Dengan demikian ilmu ushul fiqih juga merupakan landasan dari fiqih perbandingan.

Tinggalkan komentar